Hari gini masih asyik
untuk membicarakan seputar anak muda. Memang nggak pernah
habis-habisnya. Soalnya berbicara tentang zaman anak muda dahulu dengan
anak muda zaman sekarang ya pastilah berbeda dari segala aspek
kehidupannya sobeX. Sudah kita ketahui pergaulan anak muda
zaman sekarang itu terasa kental dengan nuansa western. Ada hal positif
yang mereka lakukan namun lebih booming hal negatif dikalangan anak
muda saat ini. Ya nggak sobeX?
Saat ini para ABG sedang melewati
masa-masa pencarian jati diri. Sibuk melihat, mengamati, bahkan
mengambil pelajaran dari segala pengalaman hidup yang telah dijalani.
Mulai mengadobsi cara berpakaian, tutur bahasa, cara berpikir,
bertingkah laku yang cocok untuk dirinya. Mau jadi apa aku hari ini?
Apa aku akan menjadi anak alim, anak gaul, anak yang rajin? Terus,
apakah hari ini aku tetap akan menjadi seperti ini atau berubah?
Masing-masing sobeX pasti sudah sering memikirkan hal itu bukan.
Yang paling menjadi beban buat ABG adalah persaingan kepribadian antar teman-temannya, ya nggak sobeX? Contohnya antara anak yang rajin atau kutu buku dengan anak gaul yang suka happy-happy yang jarang di rumah. Memang setiap orang berhak memilih mau menjadi apa, namun ketika melihat orang yang rajin belajar, sobeX juga mau menjadi anak yang rajin belajar, dan sebaliknya ketika orang lain melihat sobeX seorang yang hidup bebas, mereka juga ingin seperti sobeX.
Terkadang, dua kepribadian ini antara anak yang rajin dengan anak gaul
adalah dua kepribadian yang saling bertentangan. Pernah nggak sobeX merasakan demikian?
Bambang siswa SMA Pertiwi 1 Padang mengakui
kalau ia pernah mengalami dilema ingin menjadi seperti apa. Bagaimana
pengalaman Bambang, yuk kita simak sobeX. “Menurut
aku, apa yang aku pikirkan yang masih menjadi dilema adalah mencari jati
diri. Mau jadi anak yang baik atau mau menjadi anak yang bebas. Seperti
yang aku lihat antara teman-teman aku sobeX, ada yang rajin,
baik, alim, terus juga ada anak yang gaul memang terlihat seperti preman
atau brandal namun pada umumnya mereka kreatif, dunia mereka terasa
lebih luas dan sosialisasi di antara mereka pun kuat sobeX.
Terkadang aku ingin gabung dengan anak yang rajin dan terkadang aku
juga ingin bebas seperti mereka. Masalahnya saat bergabung dengan
teman-teman yang gaul tadi jika ikut-ikutan rajin dengan teman-teman
yang rajin juga malahan dicemohin oleh teman-teman yang gaul. Jadi,
seolah-olah harus milih. Nah, kalau sekarang aku masih berpandai-pandai
saja dengan mereka sobeX, tentu berteman dengan mereka ambil positifnya saja,” akunya.
Persaingan kepribadian kelompok baik di sekolah maupun di kampus memang agak sengit ya sobeX.
Diam-diam antara anak yang rajin dengan anak yang gaul saling
bertentangan, tidak mau mengikuti alur satu sama lain kecuali sealiran
dengan mereka. Begitu juga, dengan Joni Afrizon mahasiswa Universitas
Negeri Padang ini mengatakan kalau di kampusnya hal demikian terjadi.
“Ya, pastilah ada. Kalau menurut aku sih, di setiap lingkungan mana pun
pasti ada hal-hal yang menjadi persaingan termasuk mungkin antara
mahasiswa yang rajin dengan mahasiswa gaul. Kalau mahasiswa yang gaul,
pastinya gaya mereka agak terlihat bebas, terus agak pemalas
mengerjakan tugas, jarang ke pustaka. Namun imej mereka nggak melulu negatif sobeX. Mereka saling memperlihatkan eksistensinya satu sama lain. Kadang-kadang di saat-saat tertentu mereka bisa nyatu sobeX. Ya, begitulah persaingannya,” ujarnya.
Gaul yang Islami
Nggak penting rasanya sobeX
harus bersaing kepribadian satu sama lain. Hal yang utama adalah
perbedaan yang ada di antara kita adalah sebuah keniscayaan yang
menandakan perbedaan itu pasti ada sobeX, namun bagaimana perbedaan itu membuat kita menjadi ssatu kepribadian yang lebih sempurna.
Memang, anggapan gaya hidup anak gaul
dipandang mata masyarakat sebagian besar lebih hedonis mementingkan
kesenangan di dunia yang sifatnya sesaat. Contohnya saja, suka
membuang-buang waktu untuk hangout atau sekedar ngumpul-ngumpul dengan teman-teman ketimbang belajar di rumah, nah
dalam soal belajar anak gaul paling anti untuk membaca buku yang
penting adalah mengerti apa-apa yang disampaikan guru atau dosen di
depan kelas. Terus, mereka dekat dengan dunia musik sobeX, yang
populer itu adalah lagu-lagu cinta, cintanya bukan kepada orangtua atau
tanah air, akan tetapi cinta dua sejoli yang kadang-kadang senang,
sedih, bahkan galau. Makanya anak gaul gayanya seperti galau terus deh sobeX. Beda, dengan anak rajin yang bawaannya itu berwibawa dengan ilmu yang mereka miliki. Menurut sobeX, harus bagaimana agar kita bisa satu dalam kepribadian yang jauh sangat berbeda seperti antara anak gaul dengan anak rajin?
“Kalau menurut aku ya, kita harus saling melengkapi satu sama lain gitu sobeX. Melengkapinya,
tentu saja harus dihilangkan kata persaingan. Nggak ada manusia yang
sempurna, jadi jangan arogan gitu dengan deh dengan gaya masing-masing,
harus bisa saling menerima kekurangan dan kelebihan. Kita bisa saja jadi
anak gaul yang rajin bukan? Tetapi, yang paling penting itu adalah
kepribadian yang islami sobeX, kalau sudah ada di dalam diri
kita mau jadi apapun pasti masih bisa membatasi diri,” tutur
Defri Deputra mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang ini.
Hal senada juga dikatakan Suci Permata Sari
yang juga mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang dan Venny Trilandari
mahasiswa Univerisitas Negeri Padang. Menurut Suci, kita bebas mau jadi
apa saja, tidak boleh kaku yang tidak hanya tok belajar saja.
Dipublikasikan Oleh : HMJ Biologi UNP
Terimakasih telah membaca artikel tentang Anak Rajin vs Anak gaul Oleh Admin, Anda diperbolehkan mengcopy-paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya :
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !