Setelah pembagian…alhamdulillah malaikat kecilku termasuk salah satu diantaranya. Acara selesai, terakhir tiap orang tua sibuk dengan melihat, membaca hasil raport putra dan putrinya. Suasana makin riuh. Banyak anak-anak menangis karena tidak mendapatkan piala. Disaat seperti itulah kita melihat bagaimana kedewasaan orang tua untuk menjawab pertanyaan buah hatinya.
Mungkin sebagian berargumentasi, menjawab dengan baik. Tapi ada juga yang membuat miris. Masih banyak ibu-ibu yang tidak dewasa menyikapi ini. Merasa tersinggung karena anaknya tidak terpilih, tidak mendapat piala kemudian komplain kepada dewan guru. Tapi ada juga yang justru menghardik, mencaci buah hatinya, bahwa ia anak yang bodoh. Hanya anak-anak yang pintar yang dapat piala, yang tidak dapat berarti bodoh. Adduuuh…sedih aku melihatnya. Ada seorang nenek yang reaksinya lebih ketus lagi dari sekedar itu ia sampaikan kepada cucunya, sehingga sang cucu marah dan menendang-nendang neneknya. Menyedihkan ….! Aku tak tega melihat anak-anak itu menangis, terlebih sebagian mendapat perlakuan yang tidak sedap dipandang dan didengar. Maka ketika aku ingin mengabadikan gambar malaikat kecilku berjejer didepan bersama dengan yang lain, para orang tua juga bergerak maju untuk mengambil gambar buah hatinya…tapi, aku mengurungkan niatku. Aku hanya berdiri, tetap di posisi bangkuku sambil melambaikan tangan kepada putraku. Cukup, ia tersenyum.
Andai aku boleh usul, mungkin tak usah ada piala …
hm, tapi banyak teman-teman tidak setuju.
Entahlah ….
Cermin ini karya:
Lulu Vebryani Akbar
Publikasi on Kompasiana.com 13 Desember 2012
Dipublikasikan Oleh : HMJ Biologi UNP
Terimakasih telah membaca artikel tentang Cermin: Mana Pialaku? Oleh Admin, Anda diperbolehkan mengcopy-paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya :
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !