Blog Himpunan Mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA UNP Selamat Lewat Sekolah Darurat - HMJ Biologi UNP
Headlines News :
Home » , , , , , » Selamat Lewat Sekolah Darurat

Selamat Lewat Sekolah Darurat

Kisah Tasripin, bocah 13 tahun di Banyumas, yang terpaksa berkerja dan putus sekolah demi menghidupi adik-adiknya mengiris perasaan banyak orang. Tapi simpati saja tak cukup menghapus derita bocah miskin seperti Tasripin. Jutaan bocah lain bernasib buruk seperti dia membutuhkan aksi nyata.

Di Surabaya, seorang pemuda tergugah oleh derita anak-anak jalanan. Didit Hape, namanya. Sewaktu menjadi karyawan TVRI Surabaya, Didit rajin membantu liputan sosial. Dia terhenyak dengan kehidupan anak-anak jalanan di Terminal Joyoboyo. Ia lalu rajin bertandang ke sana, dan bertukar cerita.

Tak tahan melihat anak-anak itu mengemis dan mengamen, Didit lalu bertindak. Dia memutuskan berhenti bekerja, dan meluangkan waktu, tenaga, serta uangnya memberi “bekal” ala kadarnya bagi anak-anak jalanan di Terminal Joyoboyo. Dia mencari tempat, semacam sanggar, tempat anak-anak putus sekolah itu belajar. Anak-anak itu harus diselamatkan hidupnya agar tak makin terpuruk.

Itu bukan pekerjaan mudah. Dia kerap berpindah tempat. Belum lagi ancaman para preman, yang saat itu menguasai hidup anak-anak jalanan. Didit pernah hampir terluka oleh mereka, keluarganya pun mendapat ancaman telepon. “Di zaman itu, preman amat mencengkeram. Anak jalanan jadi sarana mendapatkan uang,” kata Didit kepada VIVAnews, Jumat 10 Mei 2013.

Dia ingat, niat baik pasti mendapat jalan dari Allah. Ia akhirnya mendapat sebuah bangunan tua di pojok Jalan Gunungsari, tak jauh dari Terminal Joyoboyo. Di sinilah berdiri Sanggar Alang-Alang pada tahun 1999, sekolah untuk anak-anak jalanan.

“Awalnya nama sekolah ini SMP alias Sekolah Malam Pengamen,” ujar Didit. Di situ dia mengajarkan berbagai macam keperluan mengamen. Misalnya cara naik bus, memberi salam sebelum menyanyi, cara minta sumbangan, sampai mengingatkan penumpang agar barang bawaan mereka tak tertinggal. “Saya ingatkan juga tidak boleh menggerutu jika penumpang tak memberi uang,” Didit menambahkan.

Lulusan Sekolah Tinggi Komunikasi Surabaya Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa-AWS) itu mengatakan, Sekolah Malam Pengamen itu gratis sepenuhnya. Didit kerap merogoh koceknya sendiri agar kegiatan sekolah bisa berjalan.  Tak jarang, jatah dapur sang istri ikut berkurang.

Di kemudian hari, Sekolah Malam Pengamen itu berganti nama menjadi Sanggar Alang-alang. “Alang-alang itu dari bahasa Jawa, artinya rumput liar yang kalau kering mudah terbakar. Alang-alang biasanya diabaikan orang, tapi ciptaan Allah pasti ada manfaatnya. Saya punya keyakinan, dari sekian banyak anak-anak itu, kalau kita rawat dengan baik juga akan menjadi baik,” kata Didit.

Para anak jalanan itu berkumpul sore hari di sanggar. Dari tukang semir sepatu, pedagang asongan, penjual koran, sampai penjual barang mainan. Sayup-sayup ketika suara azan asar menghilang, anak-anak itu muncul secara bergelombang. Ada yang berjalan kaki, ada pula yang mengayuh sepeda bututnya. Dengan wajah ceria dan berdendang kecil, mereka memasuki ruangan 4 x 5 meter untuk mengikuti kegiatan belajar.

Tidak ada paksaan di Sanggar Alang-alang. Anak-anak bebas memilih pelajaran yang mereka sukai. Ruang belajar Sanggar Alang-alang sangat sederhana. Ada papan tulis putih dan spidol, buku-buku pelajaran dan pengetahuan, alat-alat musik, serta sarana bermain. Meskipun belajar di sore hari, anak-anak jalanan itu tampak bersih rapi.

“Kebiasaan mereka berubah. Dulu mereka langsung ke sini setelah mengamen, nyemir, atau jual asongan. Sekarang mereka mandi dulu baru ke sini, karena kami ajarkan pentingnya kebersihan,” ujar Didit. Di Sanggar Alang-alang, anak-anak jalanan yang tak mampu mengenyam pendidikan formal ini memperoleh keterampilan yang tidak mereka dapat di tempat lain.

Saat ini ada 210 anak beserta ibu mereka ikut kegiatan belajar mengajar di sanggar itu. Ada juga guru dari sekolah formal. Khusus Senin dan Jumat, ada pelajaran mengaji. Didit mengikuti apa yang menjadi ketertarikan anak-anak jalanan itu. Kini ia bisa berbangga dengan prestasi anak didiknya. Setumpuk piala tampak terpajang di Sanggar Alang-alang.

“Pada dasarnya mereka semua anak punya bakat. Itu yang yang saya ikuti. Entah mereka ingin jadi apa, saya mengarahkan. Tak heran banyak yang berhasil karena bakatnya. Ada penyanyi, ada juga yang melukis dan menjadi juara,” kata Didit. Murid Sanggar Alang-alang itu bahkan ada yang menjuarai Lomba Kreasi Robot tingkat nasional yang digelar Institut Teknologi Sepuluh November (ITS).

“Kartini” Kembar di Ancol

Sekolah bagi para “Tasripin” tak hanya ada di Surabaya. Ada pula di Jakarta. Pagi itu, sekitar 600 lebih anak usia 5-17 tahun yang berseragam biru-putih ramai memadati bangunan seluas separuh lapangan tenis di Jalan Lodan Raya, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara. Itulah Sekolah Darurat Kartini yang didirikan si kembar Sri Irianingsih (Riana) dan Sri Rossiati (Rossi) di atas tanah pemberian PT Kereta Api Indonesia (KAI) pada tahun 1990.

Awalnya, Sekolah Darurat Kartini didirikan di sejumlah lokasi kolong jembatan di Jakarta, antara lain Ancol, Rawa Bebek, Pluit, Angke, dan Kali Jodo. Tapi pada 2006 waktu zaman Gubernur DKI Sutiyoso, semua digusur. “Yang bisa kami pertahankan sampai sekarang hanya satu di Ancol ini,” kata Riana. Itu pun berkat bantuan para polisi di Polsek Pademangan, dan Polres Jakarta Utara yang mendukung perjuangan Riana dan Rossi.

Seperti di Sanggar Alang-alang, Sekolah Darurat Kartini  juga gratis. Setiap hari sekolah itu menyediakan konsumsi saat istirahat pukul 09.00 WIB. Ketika waktu istirahat tiba, anak-anak kecil antre mendapatkan semangkuk soto ayam dan segelas air teh. Sementara kakak kelas mereka yang sudah SMP, menuangkan sup ayam dan nasi ke dalam mangkuk yang dipegang adik-adiknya.

“Ini yang buat anak-anak loh. Saya hanya belanja bahan-bahannya saja,” ujar Riani kepada VIVAnews. Menu tiap harinya bervariasi, tak melulu soto ayam. Sambil ikut menyantap soto ayam buatan anak didik mereka, Riani dan Rossi bercerita tiap anak yang baru masuk sekolah itu langsung diberi alat mandi, seragam, sepatu, kaos kaki, dan perlengkapan sekolah lainnya. Semua mereka beli dari kocek pribadi.

Makan bersama setiap jam istirahat, kata Riani, adalah cara mereka mengajarkan gotong-royong. “Di sini kami ajarkan karakter kebersamaan. Mereka yang lebih dewasa harus membantu adik-adiknya. Kami memakai memasak sebagai media pengajaran. Mangkuk harus bawa masing-masing dari rumah, masak bergantian,” ujarnya.

Riani mengatakan, ia dan saudari kembarnya beruntung karena mereka punya puluhan hektar sawah di Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil panen dari sawah itulah yang digunakan untuk membiayai seluruh keperluan Sekolah Darurat Kartini, ditambah bunga deposito peninggalan suami masing-masing. Per bulannya, Riani dan Rossi mengeluarkan Rp20 juta untuk sekolah itu.

Memasuki masa ujian, keduanya bahkan harus merogoh kocek lebih dalam dengan mengeluarkan Rp50 juta. “Rp800 ribu per siswa untuk ujian SD, dan Rp1,1 juta per siswa untuk ujian anak SMP dan SMA,” ujar Riani. Anak-anak yang bersekolah di Sekolah Darurat Kartini memang mendapat ijazah seperti anak-anak sekolah lain.

Ketika Ujian Nasional, anak-anak Sekolah Darurat Kartini diikutsertakan ujian di sekolah lain dengan mengajukan izin lebih dulu ke Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Tahun ini misalnya, ada 50 siswa Sekolah Darurat Kartini yang ikut Ujian Nasional, terdiri dari 20 siswa SD, 20 siswa SMP, dan 10 siswa SMA.

“Anak-anak itu nantinya dapat ijazah atas nama sekolah yang dia ikut ujian. Jangan salah, anak di sini banyak yang pintar loh,” ujar Rossi. Untuk anak yang tak mampu mengejar kemampuan siswa lain atau tidak sempat mengikuti Ujian Nasional, akan diikutsertakan pada Ujian Paket A, B, dan C.

Rossi mengatakan, selulus sekolah, anak-anak didiknya banyak yang bekerja sebagai penjaga toko di Mangga Dua. “Tapi ada juga yang menjadi polisi, bahkan bekerja di kantor pajak,” kata dia.

Dipublikasikan Oleh :

Terimakasih telah membaca artikel tentang Selamat Lewat Sekolah Darurat Oleh Admin, Anda diperbolehkan mengcopy-paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya :
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Jadwal Pelayanan Akademik UNP

Jadwal Pelayanan Akademik UNP
Klik Untuk Info Lengkapnya

Fanspage Resmi Lomba Biologi 2014

Jangan Lupa Kalo Memang Suka Like Aja !!!

×

Powered By My Blog and Blogger Tutorials

Created by: twitter website widget

Terjemahkan

Profil UNP



 
Support : bio-unp | bio-unp | Biologi UNP
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2012. HMJ Biologi UNP - All Rights Reserved
Template Design by Bio UNP Published by bio-unp